Sejak
kecil kedua orang tuanya sudah sering membangunkannya untuk sholat subuh
berjama’ah di masjid. Setelah sholat subuh ayahnya mengajaknya untuk membaca
ayat-ayat Allah yang begitu indah dan sangat istimewa. Sudah menjadi kebiasaan Zahra
sejak kecil, setelah membaca ayat-ayat Allah Zahra membantu ibunya membersihkan
rumah dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah.
“Sudah
siap Nduk ? Ayo kita berangkat sekolah nanti kesiangan lagi!”. Begitu kata ayah
Zahra yang menurut Zahra ayahnya adalah sosok panglima perang yang selalu
menjaga Zahra, ibu Zahra, dan kedua adik Zahra.
“Iya
Yah Zahra sudah siap”. Ucap Zahra. Setelah
itu Zahra berpamitan kepada ibunya dan mencium tangan ibunya untuk
mendapatkan restu dari ibunya. Zahra bersekolah di tempat di mana ayah Zahra
mengajar di sebuah SMA Negeri di kota tersebut. Jadi Zahra selalu berangkat
bersama ayahnya. Sedangkan kedua adik Zahra masih bersekolah di SD dimana ibu
Zahra mengajar di sekolah tersebut. Zahra sangat sayang sekali kepada ayah dan
ibunya, bagi Zahra tidak ada yang terutama untuk disayangi, karena keduanya
adalah yang paling utama.
Sesampai
di sekolah Zahra berpamitan kepada ayahnya dan mencium tangan ayahnya untuk mendapatkan
restu juga dari ayahnya. Zahra mulai menyusuri koridor pertama yang menuju
kelasnya yaitu kelas XII. Hari ini hari pertama ia masuk kelas XII setelah
liburan kenaikan kelas. Ia sangat menanti masa-masa itu setelah liburan sekolah
yang sangat lama sekali. Ia merindukan teman-temannya yang selama dua tahun ini
selalu bersama-sama, baik saat sedih, saat senang mereka selalu bersama-sama.
Zahra sangat merindukan salah satu temannya yang sudah Zahra anggap sebgai
saudara sendiri. Karena ia adalah salah satu teman yang paling mengerti Zahra,
Villa biasa Zahra memanggilnya.
Setelah
sampai di kelas XII, Zahra menatap luas kelas tersebut dengan tatapan yakin, karena
bagi Zahra ini adalah kelas penentuan dan kelas akhir. Tiba-tiba dengan tidak
sengaja Zahra melihat sosok yang asing bagi Zahra, tapi Zahra tidak
menghiraukannya. Zahra masuk kelas, ternyata di dalam kelas sudah banyak
teman-temannya yang siap untuk menyongsong masa depan, Zahra melihat satu
persatu teman-temannya. Batin Zahra mengatakan bahwa teman-teman Zahra sangat
bahagia karena mereka sudah berhasil satu langkah untuk menyongsong masa depan,
begitu juga dengan perasaan Zahra.
“Hai,
Zaaaa,,,”. Tiba-tiba ada suara dari belakang yang mengagetkan Zahra. “Astghfirullah
hal’adzim, Villa, ngagetin aja kamu, untung aku enggak punya penyakit jantung,
coba kalau aku punya penyakit jantung, nyesel kamu nanti enggak punya teman yang
baik seperti aku lagi”. Serbu Zahra dengan kesal.
“iya
maaf, kamu sih ngelamun aja, seharusnya kamu bilang makasih sama aku, kalau aku
enggak ngagetin kamu, bisa-bisa kamu nanti kemasukan setan loh”. Balas Villa
yang tidak mau kalah. Mereka berdua memang unik, teman yang unik, walaupun
mereka sering marah satu sama lain tapi mereka tetap saling menyayangi.
Bel
berbunyi pertanda pelajaran akan segera di mulai. Zahra dan Villa segera duduk
di tampat duduk yang sudah dipersiapkan oleh Villa. Jam pertama adalah jam wali
kelas, karena hari ini adalah hari pertama mereka masuk sekolah dan mereka
membutuhkan pengarahan dari wali kelas mereka.
“Assalamu’alaikum,
anak-anak”. Sapa wali kelas Zahra, Bu Dewi.
“Wa’alaikumsalam,
Bu,,,” Jawab anak-anak kelas XII A serempak. Bu Dewi adalah seseorang yang
sangat baik, Zahra sudah mengenal beliau sejak masih duduk di kelas XI.
“Anak-anak hari ini adalah hari pertama kita masuk sekolah setelah libur
kenaikan kelas, kalian telah berhasil satu langkah menuju masa depan kalian,
karena masa depan berada di tangan kalian masing-masing.” Tutur Bu Dewi
memberikan motivasi kepada anak didiknya.
“Anak-anak hari ini kita mempunyai anggota
baru di sekolah ini terutama di kelas ini”. Bu Dewi memanggil seorang anak
laki-laki yang duduk di belakang.
“Perkanalkan
ini teman baru kalian, dia dari Surabaya, dia pindah kesini karena ikut kedua
orang tuanya. Perkenalkan namamu ke teman-teman mu!”. Dia ini anak laki-laki yang tadi aku lihat di depan kelas, jadi dia ini
anak baru di sekolah ini. Batin Zahra.
“
Nama saya Wahyu Saputra, teman-teman bisa panggil saya Wahyu, saya dari
Surabaya”. Perkenalan yang sangat singkat dari Wahyu. “Sudah, silahkan duduk di
tempat kamu lagi”.Ucap Bu Dewi.
***
Hari demi hari
telah Zahra lalui dengan perasaan yang berkobar untuk belajar. Hari ini tepat
satu minggu semenjak hari pertama masuk sekolah. “ Zahra, aku mau memberi kamu
suatu rahasia”. Ucap salah satu teman laki-laki Zahra. “Putra,,, ada apa? Apa
ada sesuatu yang penting?”.
“Za kamu tahu nggak, kalau sebenarnya......”Kata Putra dengan
nada lirih karena sekaranng waktunya jam pelajaran dan membuat Zahra penasaran.
“Kalau sebenarnya apa...? jangan membuat orang penasaran deh!”. Kata Zahra
dengan wajah penasaran.
“Kamu tahu nggak, kalu sebenarnya Wahyu, anak baru
itu....”Ucap Putra dengan semakin membuat Zahra penasaran. Wajah Zahra semakin
kesal dengan Putra. Tapi walaupun demikian Putra merupakan salah satu teman
Zahra yang baik dan perhatian kepada Zahra selain Villa.
“Ada apa dengan Wahyu, duh jangan bikin orang penasaran
dong, Putra sekarang tuh lagi jam pelajran, cepet deh kalau mau ngomong nanti
Pak Samsul marah loh!”. Pinta Zahra. Karena memang Zahra tidak mau kalua sampai
membuat salah seorang guru marah padanya.
“Za...Wahyu itu suka sama kamu”. Kata Putra dengan suara
semakin lirih.
Zahra terkejut ketika Putra berbicara seperti itu
“Hah....Putra jangan bercanda deh..! tidak mungkinlah dia suka sama aku?”.
Jawab Zahra dengan terkejut
“Iya Za, dia sendiri yang bilang sama aku”. Jawab Putra
meyakinkan Zahra.
Bel berbunyi pertanda jam pulang.
“ Za. Kamu kerumah nenek dulu yah,,,! Hari ini ayah ada
rapat”. Kata ayah Zahra.
Zahra selalu pulang ke rumah neneknya jika ayahnya ada
rapat. Zahra mempunayi seorang nenek yang sangat menyayangi Zahra.
***
Semenjak Putra bicara kalau Wahyu itu suka sama Zahra
bingung. Karena semenjak mereka masih kelas XI, Putra sempat mengungkap
perasaannya kepada Zahra lewat Villa. Tapi dia takut untuk mengungkapkannya
langsung kepada Zahra. Bukan takut kepada Zahra tapi takut kepada Ayah Zahra,
karena ayah Zahra adalah seorang guru mereka.
Putra takut dengan syarat yang diminta oleh Ayah Zahra
jika ingin menjadi pacar Zahra.
“Apa yang dibilang oleh Putra itu benar yah...?? tapi apa
perasaan Putra sudah hilang...?. Apakah perasaan Putra itu hanya main-main?”
Pikir Zahra, yang membuat Zahra semakin bingung dan membuat hati Zahra takut.
***
“Zahra....ada surat di meja kamu”. Kata Villa dan Putra.
“Surat....??Surat
apa....??” Jawab Zahra bingung.
Mereka
bertiga menuju meja Zahra. Di atas meja Zahra ada sepucuk surat dan bunga mawar
putih kesukaan Zahra.
Zahra
membuka surat tersebut dan membacanya. Setelah selesai membaca surat tersebut
Zahra terdiam dan tak dapat berkata apa-apa. Karena penasaran kedua sahabat
Zahra berebut membaca surat tersebut.
Sama
terkejutnya pula dengan Zahra, Putra dan Villa tidak dapat berkata apa-apa.
“Apa
benar ini dari Wahyu..??” Ucap Villa yang membangunkan lamunan Zahra.
“Mungkin....?”
Jawab Putra dengan nada datar, dan tidak terkejut lagi.
Zahra
tidak dapat berkata apa-apa karena dia semakin dilema dingan ini semua. Disisi
lain dia masih memikirkan perasaan Putra padanya, disisi lain dia juga
memikirkan pesan dari kedua orang tuanya, terutama pesan dari Ayahnya.
***
Setelah kejadian tersebut Zahra menjadi orang yang sangat
pemurung. Dia jarang bergurau sama teman-temannya, terutama sama kedua
sahabatnya.
“Putra, kenapa yah akhir-akhir ini Zahra jadi pendiam
gitu?” Tanya Villa, karena merasa Zahra berubah.
Putra juga bingung dia hanya bisa diam dan tidak menjawab
pertanyaan Villa. Villa jadi semakin bingung dengan kedua sahabatnya.
***
Hari berikutnya Wahyu menghampiri tiga sahabat tersebut
di kantin sekolah. Tiba-tiba wajah Putra menjadi termenung, seperti orang yang
ketakutan.
“ Hai,,Za..”. Sapa Wahyu.
“ Hai,, Yu,,,ada apa...???”Jawab Zahra.
“ Za...aku ingin jujur pada kamu....?”. Ucap Wahyu dengan
nada bergetar.
“ Ngomong ajah....!” Jawab Zahra dengan ramah.
“ Za....sebenarnya.....yang ngirim surat itu....bukan
aku......” Kata Wahyu sambil terbata-bata.
Zahra tersentak kaget. “Maksud kamu bukan kamu yang
ngirim surat itu...?, trus siapa yang ngirim surat itu, apa kamu tahu Yu....?”.
“ Maaf Za...itu memang tulisan aku tapi, aku di suruh
oleh salah satu teman sekelas kita. Aku berfikir, aaku merasa kalau aku telah
membuat kamu bersedih, dan aku tidak dapat menutupi perasaan ku”.
“ Kamu disuruh sama siapa...?. Jujur aja, jangan takut”.
Jawab Zahra meyakinkan Wahyu.
“ Yang menulis surat itu adalah.........” Jawab Wahyu
terpotong.
“ Siapa Yu...???”
Pinta Zahra.
“ Yang menulis surat itu adalah.........Putra”. Jawab
Wahyu dengan tegas.
“ APA...??”. Zahra dan Villa tersentak kaget.
“ Putra apa itu benar?”. Jawab Zahra dengan merasa takut.
Takut kalau itu semua benar.
“
Terus kenapa kemarin kamu baik banget sama aku dan Zahra untuk membawakan buku
tugasnya Bu Dewi ke kantor yang banyak banget itu?”.Tanya Villa bingung.
“
Karena aku nggak mau kalau kamu capek Vil”.Jawab Wahyu.
Villa kaget dan tidak dapat berkata apa-apa. “ Zahra
sebenarnya Putra itu sayang banget sama kamu, tapi dia takut kalau nanti akan
kehilangan sahabatnya karena prinsip kamu yang tidak akan pacaran sebelum kamu
membahagiakan kedua orang tua kamu terutama ayah kamu”. Ucap Wahyu, sambil melihat
Putra yang dari tadi diam.
“ Iya Za...aku memang sayang sama kamu, tapi aku takut
sama prinsip kamu”. Putra mengungkapkan perasaannya kepada Zahra.
“ Aku tahu, tapi kamu tahu kan kalau aku tidak mau mengecewakan
kedua orang tua ku?”. Suara Zahra semakin melemah.
“ Aku tahu itu, aku nggak akan ganggu kamu lagi, aku akan
menunggu mu sampai kapan pun, sampai kamu sudah bisa membuktikan kepada kedua
orang tua mu kalau kamu mampu, dan selama itu aku akan menjadi sahabat kamu
yang akan selalu menjaga kamu selamanya”. Jawab Putra.
***
Dan selama itu pun Putra menjadi sahabat yang selalu
menjaga Zahra dan selalu menyayangi Zahra sampai selamanya dan akan terus
menunggu Zahra sampai kapan pun.
Terutama bagi Zahra sahabat adalah segalanya, tetapi
kedua orang tua adalah yang paling utama, dan selamanya pula Zahra akan tetap
menyayangi sahabat yang mungkin akan menjadi salah satu bagian yang terpenting
setelah kedua orang tua Zahra.